filosofi ngopi; &pertanyaan sulit&
- kameraawa
- Dec 10, 2018
- 2 min read
(di depan komputer; beberapa minggu yang lalu)
waktu itu pukul tiga pagi. sudah beberapa minggu belakangan aku selalu terbangun antara pukul 2 atau 3, kata orang-orang itu karena kamu baru kembali dari mimpi seseorang tapi buatku itu karena aku kepalang anxious memikirkan deadline desain. orang-orang rumah masih terlelap, aku menyalakan komputer dan mencari-cari referensi.
saat sudah mulai me-layout tiba-tiba aku terpikir dua hal: 1) kopi arabika di dapur yang tinggal sedikit; 2) sepupuku yang tinggal di pesantren yang kalau dia ada di sini pasti sudah bangun dan menemaniku ngobrol.
pelan-pelan kubuka pintu kamar dan berjalan ke dapur. belum juga sempat menyalakan lampu aku sudah mencium aroma kopi. begitu kunyalakan lampu, benar saja, ada cangkir bekas kopi di bak cuci piring dan bungkus kopi arabika yang sejak tadi aku pikirkan. sialan keduluan. akhirnya aku menyeduh susu kental manis dan kembali ke kamar.
di jam-jam seperti ini aku jarang sekali menyentuh ponsel kecuali benar-benar terdorong oleh sesuatu yang ganjil. sambil masih menyusun layer desain aku mendengarkan musik lewat ponselku. di tengah-tengah, lagu yang sedang diputar berganti dengan nada dering. tanpa melihat siapa yang menelepon aku langsung mengangkatnya.
'assalamualaikum, lagi sibuk gaa?' aku diam sejenak, aku sangat familiar dengan suaranya, begitu kulihat layar ponselku ternyata sepupuku yang menelepon.
'waalaikumsalam, hehe iya gitu deh biasa. sehat?' tanyaku sambil meminum susuku yang tinggal setengah gelas.
'alhamdulillah , aku mau curhat ganggu kaga?' sebenarnya kalau sedang di depan komputer aku paling malas mendengarkan orang curhat, tapi karena jarang sekali kami berbincang akhirnya aku mengiyakan.
'kamu pernah gak suka sama mentor kamu?' tanyanya mengawali curhatannya, aku yang sedang menelan susu langsung tersedak.
'hah? gimana gimana?'
'jadi gini... taukan si "abang" yang tetangga aku itu?'
'iye iyee, yang alumni pesantren lu kan? yang adeknya seangkatan ama kita?'
'hehehe, bener'
'terus terus gimana?'
'ehh, ntar aja deh ya ceritanya lanjut, aku dicariin ustazah dulu.'
'yeu ni anak kebiasaan, iye dah'
'makasih yaa, wassalamualaikum.'
'waalaikumsalam.'
setelah panggilan terputus aku berpikir sejenak, kenapa aku bisa sampai tersedak?

Comments